pemacek tidak boleh diadu saat si babon bertelur dan mengeram?

Mohon pendapat dari para senior, menurut seorang botoh senior di kampung ane, kalo si babon lagi bertelur ato lg mengerami telur, sang pemacek tidak boleh ditarungkan ato di abar,nanti anaknya bakal jelek/lemah semua..itu bener apa ngga ya..tx untuk pencerahannya.

Klo pendapat sperti itu saya blom pernah dengar dan belom pernah punya pengalaman. Mungkin itu ada hubungannya dengan kondisi fisik ayam jago pemaceknya. Kalau dilogika; kondisi fisik, kesehatan dan vitalitas ayam belum kembali sempurna karena habis bertarung hebat dlm pertarungan panjang. Sehingga belum layak kawin jadi pemacek. Di sisi lain, ayam jago setelah kawin membutuhkan waktu hampir satu bulan untuk mengembalikan vitalitas dan stamina layak diadu. Itu berarti waktu yg lebih lama dibandingkan waktu yg dibutuhkan untuk menetaskan telor. Dan sebaiknya seekor ayam jago yg akan dikawinkan sebaiknya menjalani rawatan persis layaknya saat akan diadu. Sehingga harapan untuk mendapatkan anakan yg bagus prosrntasinya lebih tinggi.

Saya lebih percaya dengan pendapat:
"Ayam jago yang sering diadu hingga lebih dari (antara) 4-6 kali, kalau dijadikan pemacek kelak akan sangat jarang menghasilkan anak-anak yang bagus untuk menjadi ayam jago andalan."

kunte wrote:Mohon pendapat dari para senior, menurut seorang botoh senior di kampung ane, kalo si babon lagi bertelur ato lg mengerami telur, sang pemacek tidak boleh ditarungkan ato di abar,nanti anaknya bakal jelek/lemah semua..itu bener apa ngga ya..tx untuk pencerahannya.

ini bukan berhubungan dgn logika tapi lebih kepada kepercayaan (mitos)

untuk kepercayaan itu tergantung masing2 saja, kalo percaya silahkan dilaksanakan, jangan percaya tapi tetap saja dilanggar

kalo percaya di pohon besar yg seram ada penunggunya & percaya kalo berbuat senonoh bisa sial, maka jangan kencingi pohon itu, kenapa ? karena kita percaya ..........lain halnya kalo kita tidak percaya, silahkan saja kencingi pohon itu

yg namanya kepercayaan itu tidak bisa dipaksakan & tidak bisa dijelaskan dgn logika, tergantung masing2 saja (mau percaya silahkan, mau tidak percaya gpp).........yg utama adalah jalankan apa yg kita percayai itu, jangan kita benar2 percaya tapi tetap saja dilanggar

YudhiZUHDI wrote:Klo pendapat sperti itu saya blom pernah dengar dan belom pernah punya pengalaman. Mungkin itu ada hubungannya dengan kondisi fisik ayam jago pemaceknya. Kalau dilogika; kondisi fisik, kesehatan dan vitalitas ayam belum kembali sempurna karena habis bertarung hebat dlm pertarungan panjang. Sehingga belum layak kawin jadi pemacek. Di sisi lain, ayam jago setelah kawin membutuhkan waktu hampir satu bulan untuk mengembalikan vitalitas dan stamina layak diadu. Itu berarti waktu yg lebih lama dibandingkan waktu yg dibutuhkan untuk menetaskan telor. Dan sebaiknya seekor ayam jago yg akan dikawinkan sebaiknya menjalani rawatan persis layaknya saat akan diadu. Sehingga harapan untuk mendapatkan anakan yg bagus prosrntasinya lebih tinggi.

Saya lebih percaya dengan pendapat:
"Ayam jago yang sering diadu hingga lebih dari (antara) 4-6 kali, kalau dijadikan pemacek kelak akan sangat jarang menghasilkan anak-anak yang bagus untuk menjadi ayam jago andalan."

Wahhh mangstap..jawaban ini yg saya cari..jd harus benar2 fit ya pemaceknya..