Memori nuwbie rookie
2 posters
Halaman 1 dari 1
Memori nuwbie rookie
Dari pada bengong habis lembur nunggu rasa kantuk datang.
Ingin menulis ingatan masa lalu ketika pertama kali mulai ada minat untuk menerjuni hobi ayam petarung. Dulu ketika akhirnya ada kesempatan untuk mewujudkannya, hal pertama yang saya dahulukan adalah membeli kurungan, boks ayam isi 3, dan membuat kandang umbaran yang layak. Hingga semua itu sudah siap, hampir selama 1 bulan belum ada penghuninya. Karena selain takut salah pilih ayam dan terhanyut dengan salesmanship pemilik-pemilik ayam yang berharap ayamnya dibeli, saya juga masih sedikit demi sedikit mengumpulkan uang saku yang dirasa pantas untuk membeli ayam yang bisa diandalkan yang tentunya harus disediakan mahar yang tidak mungkin murahan.
Hingga suatu ketika ada seorang peternak kenalan paman saya yang kabar ceritanya punya ternakan bagus-bagus mendengar kalau saya ingin berangkat memelihara ayam. Dan diapun langsung bertindak dengan memberi 2 ekor ayam umur 3 bulanan satu ayam remaja jantan dan satu ayam remaja betina hasil ternakannya dengan cuma-cuma. Dia cuma berpesan; "Ayam ini buat kamu. Besarkan dan ternakkan dahulu. Jangan langsung berburu ayam jadi."
Ayam hasil pemberian tersebut saya rawat dengan ketelatenan sambil terus mencari pengetahuan baik dari internet maupun bertanya kesana-kemari berharap agar kelak ayamnya tumbuh menjadi ayam yang bagus seperti ayam-ayam milik yang memberikannya dahulu. Namun apa lacur. Selang 7 bulan berikutnya ternyata calon babon belum juga ada tanda-tanda minta kawin atau bertelor. Yang jantanpun juga demikian. Umur sekian baru belajar berkokok, belum mengerti kawin, dan tidak berani bertarung. "Ayam ini banci". Begitu yang ada di benak saya. Linglung kaya anak idiot saja rasanya. Seketika itu juga semuanya langsung saya bawa ke pasar ditukar dengan uang kertas hijau sebanyak 6 lembar. Asyeemmm...
Segera saya mengumpulkan dana dan mulai berburu ayam jago dan babon. Karena saya berkeyakinan, ayam hasil dari berburu tersebut harus saya ternakkan juga. Kebingungan mulai akrab ketika harus ke sana kemari mensurvey berbagai ayam dari beberapa informasi dan kenalan. Seperti biasa, semua tidak ada yang iklan kecap nomer 1. Mereka masing-masing semua yakin ayam mereka bukan ayam ecek-ecek yang akhirnya malah terdengar seperti iklan kecap beneran bagi saya. Dengan keterbatasan waktu, tidak banyak ayam yang bisa saya survey. Dari 5 ayam yang pernah saya datangi, dipertunjukkan gaya tarungnya masing-masing. Ada yang brakot, ngalung, dan kontrol seperti kebanyakan ayam bangkok. Semua tampak bagus-bagus hingga tidak berani memberi komentar dan penilaian. Begitu juga dengan mahar yang diminta...aduhaiii. Jadi bingung saja memilihnya.
Karena tidak ingin membuang waktu, akhirnya saya malah memilih ayam "gak penting gaya tarungnya, yang penting sulit diserang lawan dan kalau melancarkan serangan dan pukulan dapat segera membuat lawamnya klepeg-klepeg mabok dan lemas". Pilihan jatuh pada salah satu ayam kontrol tengok biasa. Gaya tarungnya seperti BK jadul. Dan segera mencari babon bertulang besar ideal, badan botol yang gaya mainnya juga begitu. Bukan segera mencari hiburan menggebragkan ayam jagonya dulu, malah langsung dujadikan materi beternak. Hahahaha...kok kurang sreg dan memuaskan rasanya kalau menggebarakkan ayam bukan hasil ternakan sendiri. Selama ternakannya sendiri belum bisa diajak berangkat hiburan tarung, cukup ikut menemani ayamnya teman-teman saja.
Dan kisah lanjutannya, lika-likunya memelihara ayam dan beternak sama seperti orang-orang kebanyakan. Tapi ada satu yang membekas di kepala. Setelah sekian lama beternak sendiri, saya kok selalu lebih senang dengan ayam yang dasar gaya tarungnya ayam kontrol tengok, yang penting masih sedikit doyan atau bisa pranggal. Sederhana sekali...(?)
Hahahaha...yaaa begiltulah.
Ingin menulis ingatan masa lalu ketika pertama kali mulai ada minat untuk menerjuni hobi ayam petarung. Dulu ketika akhirnya ada kesempatan untuk mewujudkannya, hal pertama yang saya dahulukan adalah membeli kurungan, boks ayam isi 3, dan membuat kandang umbaran yang layak. Hingga semua itu sudah siap, hampir selama 1 bulan belum ada penghuninya. Karena selain takut salah pilih ayam dan terhanyut dengan salesmanship pemilik-pemilik ayam yang berharap ayamnya dibeli, saya juga masih sedikit demi sedikit mengumpulkan uang saku yang dirasa pantas untuk membeli ayam yang bisa diandalkan yang tentunya harus disediakan mahar yang tidak mungkin murahan.
Hingga suatu ketika ada seorang peternak kenalan paman saya yang kabar ceritanya punya ternakan bagus-bagus mendengar kalau saya ingin berangkat memelihara ayam. Dan diapun langsung bertindak dengan memberi 2 ekor ayam umur 3 bulanan satu ayam remaja jantan dan satu ayam remaja betina hasil ternakannya dengan cuma-cuma. Dia cuma berpesan; "Ayam ini buat kamu. Besarkan dan ternakkan dahulu. Jangan langsung berburu ayam jadi."
Ayam hasil pemberian tersebut saya rawat dengan ketelatenan sambil terus mencari pengetahuan baik dari internet maupun bertanya kesana-kemari berharap agar kelak ayamnya tumbuh menjadi ayam yang bagus seperti ayam-ayam milik yang memberikannya dahulu. Namun apa lacur. Selang 7 bulan berikutnya ternyata calon babon belum juga ada tanda-tanda minta kawin atau bertelor. Yang jantanpun juga demikian. Umur sekian baru belajar berkokok, belum mengerti kawin, dan tidak berani bertarung. "Ayam ini banci". Begitu yang ada di benak saya. Linglung kaya anak idiot saja rasanya. Seketika itu juga semuanya langsung saya bawa ke pasar ditukar dengan uang kertas hijau sebanyak 6 lembar. Asyeemmm...
Segera saya mengumpulkan dana dan mulai berburu ayam jago dan babon. Karena saya berkeyakinan, ayam hasil dari berburu tersebut harus saya ternakkan juga. Kebingungan mulai akrab ketika harus ke sana kemari mensurvey berbagai ayam dari beberapa informasi dan kenalan. Seperti biasa, semua tidak ada yang iklan kecap nomer 1. Mereka masing-masing semua yakin ayam mereka bukan ayam ecek-ecek yang akhirnya malah terdengar seperti iklan kecap beneran bagi saya. Dengan keterbatasan waktu, tidak banyak ayam yang bisa saya survey. Dari 5 ayam yang pernah saya datangi, dipertunjukkan gaya tarungnya masing-masing. Ada yang brakot, ngalung, dan kontrol seperti kebanyakan ayam bangkok. Semua tampak bagus-bagus hingga tidak berani memberi komentar dan penilaian. Begitu juga dengan mahar yang diminta...aduhaiii. Jadi bingung saja memilihnya.
Karena tidak ingin membuang waktu, akhirnya saya malah memilih ayam "gak penting gaya tarungnya, yang penting sulit diserang lawan dan kalau melancarkan serangan dan pukulan dapat segera membuat lawamnya klepeg-klepeg mabok dan lemas". Pilihan jatuh pada salah satu ayam kontrol tengok biasa. Gaya tarungnya seperti BK jadul. Dan segera mencari babon bertulang besar ideal, badan botol yang gaya mainnya juga begitu. Bukan segera mencari hiburan menggebragkan ayam jagonya dulu, malah langsung dujadikan materi beternak. Hahahaha...kok kurang sreg dan memuaskan rasanya kalau menggebarakkan ayam bukan hasil ternakan sendiri. Selama ternakannya sendiri belum bisa diajak berangkat hiburan tarung, cukup ikut menemani ayamnya teman-teman saja.
Dan kisah lanjutannya, lika-likunya memelihara ayam dan beternak sama seperti orang-orang kebanyakan. Tapi ada satu yang membekas di kepala. Setelah sekian lama beternak sendiri, saya kok selalu lebih senang dengan ayam yang dasar gaya tarungnya ayam kontrol tengok, yang penting masih sedikit doyan atau bisa pranggal. Sederhana sekali...(?)
Hahahaha...yaaa begiltulah.
YudhiZUHDI- Kapten
- Jumlah posting : 414
Join date : 19.04.14
Lokasi : KOTA BLITAR, JAWA TIMUR
Re: Memori nuwbie rookie
Memang ayam yang ideal adalah yang "sedikit bicara banyak kerja" alias tidak banyak menari tapi banyak mukul dan efektif langkahnya, kan ayam kalahnya bukan karena digulung tapi lebih karena dipukul ke..ke..ke..ke..ke...
Hendro- moderator
- Jumlah posting : 7357
Join date : 06.08.09
Age : 55
Lokasi : Semarang
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|